Makna dan Hakikat 'Ain dan Hasad

ُ
Illustrasi

Ibnu Mandhur menjelaskan: "al-ain" adalah engkau menimpakan ain pada orang lain." Sebagai contoh, dalam عان الرجل يعينه عينا kalimat Kalimat tersebut bermakna "Seseorang menimpakan 'ain melalui matanya." Maka orang itu disebut pelempar 'ain ('aa'in). Yang terkena disebut ma'iin dan ma'yuun, artinya orang yang terkena 'ain.

Az-Zujaaj berkata: al-ma'iin adalah orang yang ditimpa 'ain. Al-Ma'yuun adalah orang yang terkena ain. Kalimat rajulun mi' yaunun wa 'ayun (رجل معیان و عیون) artinya orang yang sangat jelas tertimpa 'ain. Bentuk jamaknya adalah عِيْنٌ dan عُيُنٌ. Dikatakan أصَابَتْ فلانٌ عَيْنٌ (ashoobat fulanan 'ainun), yakni apabila musuh atau orang yang dengki memandangnya, lalu orang yang dipandangnya itu menjadi sakit.[Lisaan al-Arab-13/301]

Az-Zujaj juga menjelaskan pada huruf "ح - س - د": "Menginginkan hilangnya nikmat yang ada pada orang lain." Maksudnya, seseorang melihat nikmat yang ada pada orang lain, lalu dia ingin agar nikmat itu lenyap dari orang itu, dan dia-lah yang mendapatkannya.

Ustadz Sayyid Qutub menjelaskan: "Hasad adalah emosi kejiwaan yang menginginkan hilangnya nikmat Allah yang diperoleh sebagian hamba-Nya. Sama saja, apakah orang yang hasad itu menindaklanjuti emosinya itu dengan tindakan nyata untuk menghilangkan nikmat tersebut dibawah pengaruh rasa dengki dan marah, maupun berhenti sebatas kemarahan atau emosi kejiwaan saja. Namun, Jika dia orang yang jahat maka mungkin saja dia menindak lanjuti kemarahan atau emosi itu." [Tafsir Fii Dhilaal al-Qur'an-6/408]

Ustadz Ibrahim Badran menjelaskan: "Hasad juga didefinisi- kan sebagai kondisi perasaan yang merasa kekurangan secara materi atau non-materi, yang tidak mampu dicapai oleh orang yang dengki, sehingga dia menginginkan hilangnya materi atau non-materi yang telah berhasil dicapai oleh orang lain. Dengan kondisi seperti itu dia sedang dengki pada mereka." [Diraasaat fi al-'Aqliyyah al-'Arabiyyah, hal. 251.]

Dari situ, menjadi sangat jelas, bahwa 'ain itu benar-benar ada dan memiliki pengaruh yang nyata. Dengan demikian, nash nash yang ada di al-Qur'an dan as-Sunnah saling menguatkan, meskipun sebagian orang mengingkari kenyataan ini.

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin Hafidzahullah menjelaskan hakikat pengaruh 'ain beserta dalil-dalinya: "Imam Muslim telah meriwayatkan dalam kitab shahihnya, dari Ibnu Abbas, dia mengatakan:

الْعَيْنُ حَقٌّ وَلَوْ كَانَ شَيْءٌ سَابَقَ الْقَدَرَ سَبَقَتْهُ الْعَيْنُ ...

"Ain itu benar adanya (haq), sandainya ada sesuatu yang bisa mendahului qadar, niscaya 'ainlah yang mendahuluinya....  [Imam Ahmad mengeluarkan hadits tersebut dalam kitab Musnadnya, 1/254, 347, 360, 6/438, Imam Muslim dalam Shahirnya, Kitab As-Salam (42), Nomor 2188, Tirmidzi. Kitab ath-Thibb (18), Nomor 2156, An-Nasai dalam as-Sunan al-Kubro, 4/381, Kitab ath-Thibb (73), Nomor 7620, Ibnu Majah, Kitab ath-Thibb (33), Nomor 3510, Imam Malik dalam al-Muwaththo' al-'ain (3) Lihat juga Shahih al-Jaami 4147, Shahih at-Tirmidzi 1682, Shahih Ibnu Majah 2829, al- kalam ath-Troyyib 236. As-Silsilah ash-Shahihah 1252]

Imam Tirmidzi juga meriwayatkan dari 'Ubaid bin Rifa'ah, bahwa Asma binti 'Umais berkata:

عن عبيد بن رفاعة عن أسماء بنت عميس قالت: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ بَنِي جَعْفَرٍ تُصِيبُهُمْ الْعَيْنُ، أَفَأَسْتَرْقِي لَهُمْ، قَالَ نَعَمْ فَلَوْ كَانَ شَيْءٌ سَابِقٌ الْقَدَرَ لَسَبَقَتْهُ الْعَيْنُ

"Wahai Rasulullah, sesungguhnya Bani Ja'far sedang tertimpa 'ain, apakah aku boleh meruqyah mereka? Rasulullah menjawab: ya, boleh. Karena seandainya ada sesuatu yang bisa mendahului qadha, niscaya dia itu "ain." Imam Tirmidzi mengatakan hadits ini hadits hasan shahih. [Imam Ahmad dalam Musnad-nya, 3/333, Imam Muslim dalam Shahih-nya, Kitab as-Salaam (60), Nomor 2198: Tirmidzi dalam Sunan-nya, Kitab ath-Thibb (17), Nomor 2151, An-Nasa'i dalam al-Kubro 4/365, kitab ath-Thibb (35), Nomar 7573, lafazhnya seperti itu, Imam Malik dalam al-Muwaththo, al-'Ain; lihat juga Shahih at-Tirmidzi (1682), lafazhnya sesuai nwayat Imam Muslim.]

Imam Malik meriwayatkan dari Ibnu Syihab, dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, dia berkata:

عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ أَنَّهُ قَالَ رَأَى عَامِرُ بْنُ رَبِيعَةَ سَهْلَ بْنَ حُنَيْفٍ يَغْتَسِلُ فَقَالَ مَا رَأَيْتُ كَالْيَوْمِ وَلَا جِلْدَ مُخْبَأَةٍ فَلُبِطَ سَهْلٌ فَأُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ لَكَ فِي سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ وَاللَّهِ مَا يَرْفَعُ رَأْسَهُ فَقَالَ هَلْ تَتَّهِمُونَ لَهُ أَحَدًا قَالُوا نَتَّهِمُ عَامِرَ بْنَ رَبِيعَةَ قَالَ فَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامِرًا فَتَغَيَّظَ عَلَيْهِ وَقَالَ عَلَامَ يَقْتُلُ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ أَلَّا بَرَّكْتَ اغْتَسِلْ لَهُ فَغَسَلَ عَامِرٌ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ وَمِرْفَقَيْهِ وَرُكْبَتَيْهِ وَأَطْرَافَ رِجْلَيْهِ وَدَاخِلَةَ إِزَارِهِ فِي قَدَحٍ ثُمَّ صُبَّ عَلَيْهِ فَرَاحَ سَهْلٌ مَعَ النَّاسِ لَيْسَ بِهِ بَأْسٌ

Telah menceritakan kepadaku Malik dari [Ibnu Syihab] dari [Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif berkata; "Amir bin Rabi'ah melihat Sahl bin Hunaif mandi lalu ia berkata; Tidak pernah kulihat seperti (yang kulihat) hari ini, bahkan kulit seorang gadis dalam pingitannya sekalipun. Kemudian Sahl terkapar di atas tanah, maka dibawalah ia ke hadapan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Kemudian kepada Rasulullah dikatakan, "Wahai Rasulullah, apakah anda mengetahui sesuatu yang menimpa Sahl bin Hunaif? Demi Allah, ia tidak dapat mengangkat kepalanya. Beliau bertanya: 'Apakah kalian menduga ada seseorang yang melakukan hal itu kepadanya? Mereka menjawab, "Kami menuduh bahwa yang melakukannya adalah Amir bin Rabi'ah." Abu Umamah bin Sahl berkata, "Kemudian beliau memanggil Amir dan memarahinya. Beliau bertanya: "Atas dasar apa salah seorang di antara kalian membunuh saudaranya. Tidakkah kalian mendoakannya agar dia diberkati? Bersihkanlah dirimu segera untuknya!" Lalu Amir mencuci wajah dan kedua tangannya sampai sikunya, kedua lutut dan ujung-ujung kakinya, lalu apa yang ada di dalam sarungnya dalam sebuah bejana. Kemudian air sisa mandinya tersebut disiramkan ke tubuh Sahl. Maka setelah itu, Sahl pun berangkat bersama orang-orang dalam keadaan sehat."

Dalam riwayat lain:

... إِنَّ الْعَين حَقٌّ تَوَضَّأُ لَهُ، فَتَوَضَّأُ لَهُ

"... Ain itu benar (adanya), berwudhulah untuk (menghilangkannya)," maka dia pun berwudhu.

Abdrurrozzaq menyebutkan riwayat dari Thowus secara marfu':

عن بن عباس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال العين حق ولو كان شيء سابق القدر سبقته العين وإذا استغسلتم فاغسلوا

"Ain itu benar (adanya), seandainya ada sesuatu yang bisa mendahului qadha, niscaya dia itu 'ain. Apabila seseorang diminta mandi, maka hendaklah dia mandi." [Imam Ahmad dalam Musnad-nya, 1/254, 347, 360, 6/438; Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab as-Salam, Nomor 2188; At-Tirmidzi dalam Sunan-nya, Kitab ath-Thibb (18), Nomor 2156; an-Nasa'i dalam As-Sunan al-Kubro, 4/381, Kitab ath-Thibb (74). Nomor 7620, Ibnu Majah dalam Sunan-nya, Kitab ath-Thibb (33), Nomor 3510; Imam Malik dalam Al-Muwaththo', al-'Ain (3), lihat juga Shahih al-Jami 4147: Shahih at-Tirmidzi 1682, Shahih Ibnu Majah 2829, al- Kalam ath-Thoyyib 246, as-Silsilah ash-Shahihah 1252]

Dan masih banyak lagi hadits-hadits lainnya tentang 'ain. Hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa pandangan orang yang mengandung 'ain itu berpengaruh kepada apa yang dia kagumi atau yang dia ingin celakai. Pandangan orang yang jiwanya telah berubah bentuk menjadi jiwa yang jahat dan buruk, lalu keluar dan terlontar, sehingga jiwanya itu berubah menjadi jiwa yang penuh kebencian, jahat serta dengki.

Nafsu yang seperti itu mempengaruhi "pandangan" kemudian "pandangan" tersebut berpengaruh pada orang yang didengkinya. Tingkat pengaruhnya tergantung kuat dan lemahnya jiwa si pendengki. Bahkan jika sangat kuat, bisa merusak dan membinasakan yang didengki. Terlalu banyak untuk disebut pengalaman dan fakta tentang hal itu, baik di kalangan orang umum maupun kalangan tertentu. Demikianlah, jiwa-jiwa yang buruk penuh benci dan dengki itu berpengaruh ketika telah berubah bentuk dalam bentuk kemarahan.

Pengetahuan semacam itu hanya diketahui oleh kalangan tertentu saja, sehingga orang yang tidak mengetahui akan mengingkarinya. Karena hal itu tidak terindra. Tetapi bagi orang yang memiliki kedekatan dengan Allah dan dengan kemampuannya yang tinggi, serta dengan kekuatan yang terpendam lagi tersembunyi di dalam jiwa-jiwa dan ruh-ruh, dia akan mengetahui bahwa hal itu adalah sebagian dari pengaruh yang ada di dalamnya.

Raga itu seperti kayu yang dilempar. Sedangkan emosi dan pengaruhnya, serta kejadian-kejadian yang muncul darinya termasuk perbuatan-perbuatan yang menakjubkan. Pengaruh- pengaruh yang aneh itu berasal dari ruh-ruh tersebut, sedangkan raga hanya sebagai alatnya.

Orang yang memiliki kecerdasan minimal, namun dia mau memperhatikan kondisi alam, jiwanya lembut, dan dia mau mengamati keadaan jiwa-jiwa dan pengaruhnya serta mengamati pergerakan raganya sesuai ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui sekaligus pencipta sebab dan akibatnya, maka orang itu akan melihat keajaiban-keajaiban di alam. Dia juga akan menyaksikan berbagai tanda yang menunjukkan ke-Esa-an Allah, keagungan-Nya serta pemeliharaan-Nya.

Dia juga melihat bahwa di sana ada alam lain yang berlaku hukum-hukum yang lain pula. Dia menyaksikan pengaruh- pengaruhnya dan sebab-sebabnya tidak terlihat oleh mata. Tabaaroka Allah Rabbul 'alamin, Dia-lah sebaik-baik pencipta yang telah menciptakan makhluk-Nya. Beliau (Syaikh Jibrin) menjelaskan hal itu secara panjang lebar dalam kitabnya yang berjudul Bada'i' al-Fawaa'id ketika beliau menafsirkan surat Al- Falaq. [Makhthuthoh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin - sesuai yang didapat oleh Syaikh Ali n Husain Abu Luz-hal. 207-208.]

Untuk membantah orang yang mengingkari pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh 'ain, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin mengatakan: "Ibnu al-Qoyyim menceritakan dalam kitabnya Zaadul Ma'ad, bahwa sebagian orang yang akal dan pendengarannya sempit membantah keberadaan 'ain. Mereka menuduh bahwa 'ain itu hanyalah khayalan saja. Mereka berpendapat seperti itu karena mereka hanya mengetahui hal-hal yang bisa diindra oleh sebagian panca indranya saja. Sedangkan 'ain, mereka tidak menyaksikan bekas yang ada pada orang yang terkena 'ain.

Telah sampai padaku mengenai salah satu ulama besar Suriah, bahwa dia mengingkari pengaruh buruk yang ditimbulkan 'ain. Dia (ulama Suriah) itu mengatakan: "Seandainya hal itu ('ain) benar, niscaya kami akan kuasai dia untuk menyerang Yahudi di Palestina, untuk menghancurkan bangunan mereka di sana, dan menjatuhkan mental mereka."

Salah satu diantara orang yang mengingkari pengaruh buruk yang bisa ditimbulkan oleh 'ain dan mentakwil riwayat- riwayat yang terkait 'ain adalah asy-Syaikh Muhammad Hamid al-Faqiy. Beliau telah memberikan komentar (ta'liq) pada sebagian kitab, yang dalam komentarnya itu bisa dipahami sebagai pengingkarannya terhadap 'ain.

Sebagai contoh, dalam kitab Zaadul Ma'ad, cetakan as- Sunnah al-Muhammadiyyah, juz III, halaman 248 dan seterusnya.

Beliau memberikan komentar dengan menggunakan dalil pada ayat 51 surat Al-Qalam:

وَإِن يَكَادُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا الذِّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُ لَمَجْنُونَ

Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar al-Qur'an dan mereka berkata: "Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila." [Al-Qalam: 51]

Dengan komentar yang memalingkan maksud ayat itu adalah pengaruh buruk dari 'ain.

Di halaman 251 (kitab aslinya-red), ada komentar yang menunjukkan pengingkaran asy-Syaikh Muhammad Hamid al- Faqiy terhadap tindakan menuliskan ayat-ayat (lalu dicampur air), kemudian digunakan untuk mandi dan minum oleh orang yang terkena 'ain, dan digunakan untuk mengatasi kesulitan perempuan yang mau melahirkan.

Begitu juga komentarnya pada atsar Usman. Dalam atsar itu Usman berkata: "Dassimuu nuunatahu." Asy-Syaikh Muhammad Hamid al-Faqiy berkata: "Bagaimana sanad hadits ini? Apa hadits ini shahih?"

Demikian juga komentarnya terhadap kisah 'ain yang dibacakan pada orang yang terkena 'ain dengan kata-kata: "habasa haabisun...dan seterusnya" asy-Syaikh Muhammad Hamid al- Faqiy berkomentar: "Ini termasuk ucapan dukun." Tidak ada keraguan lagi bahwa komentar tersebut adalah bentuk pengingkaran dirinya terhadap 'ain.

Semoga semua komentar itu, karena mereka hidupnya di kota-kota besar. Karena mungkin di kota-kota besar itu jarang erjadi orang terkena pengaruh buruk 'ain. Karena, ketika di kota, rang yang memiliki potensi 'ain itu tidak akan mengarahkan pandangannya kepada sesuatu yang menakjubkan melainkan dia skan melihat sesuatu yang lain yang lebih menakjubkan lagi, sehingga jiwanya terpisah dan bingung. Dengan demikian potensi buruk dari amnya menjadi lemah

Berbeda dengan penduduk desa atau pedalaman, mereka tidak melihat kecuali sesuatu (yang menakjubkan) pada obyek yang sama, sehingga terjadilah pengaruh buruk 'ain padanya dengan izin Allah Subhanahu wa Taala.


Download kitab asli nya: 
المنهل المعين في إثبات حقيقة الحسد والعين atau dari archive.org

 

0 Komentar

Silahkan sampaikan komentar anda dalam bahasa yang santun, dan tidak diperbolehkan menggunakan kata-kata kotor, menyinggung dan menyerang pihak tertentu. dan dilarang keras mengirim link spam. terimakasih